Tuesday, July 15, 2008

KETIKA ILMUAN MENJADI PEJABAT

Keunikan kehidapan di dunia kampus adalah otonomi yang sangat luar biasa, sehingga hampir semua "kebijakan" dibuat tidak lagi bernilai "kebajika" dengan alasan kita punya otonomi.

Persoalan yang muncul adalah ketika ilmuan menjadi pejabat ia berperang dengan dirinya sendiri pada saat membuat kebijakan yang bernilai kebajikan. Hal ini dikarenakan ilmuan memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari pejabat "pembuat kebijakan". Perebedaannya adalah bahwa ILMUAN TIDAK BOLEH BOHONG, WALAUPUN IA DIPERBILEHKAN MELAKUKAN KESALAHAN; sebaliknya, PEJABAT BOLEH BERBOHONG, TAPI JANGAN COBA-COBA BERBUAT SALAH.

Kesalahan yang dibuat oleh seorang pejabat, pembuat kebijkan, pasti akan berdampak "ketidakbajikan", yang langsung menjadikan pejabat tersebut tidak bijak-"sana dan sini", walaupun itu hanya sebuah kesalahan kecil. Kesalahan kecil yang dibuat pejabat akan kelihatan sangat besar bagi mereka yang tekena dampak kesalahan tersebut.

Namun ketika seorang pejabat itu berbohong demi sebuah kebajikan sebuah kebijakan maka semua orang tidak akan mepermasalahkan. Toh orang juga tidak tahu ia sedang berbohong; paling-paling suatu ketika orang akan bilang: "Ketahuna bohongnya ...". Namun yang penting dampak dari kebohongannya itu adalah kebajikan. Ini DIA, yang dimaksud kebijkana.

Sebaliknya bila seorang ilmuan berbohong atas sebuah temuan keilmuannya, katakan A berkorekasi "positif" dengan B, pada hal A berkorelasi "negatif" terhadap B, maka dampaknya NAUZUBILLAHIMILZALIK. Gawat, amat gawat kalau itu menyangkut nyawa atau masa depan sebuah bangsa.

BAGAIMANA KALAU SEORANG ILMUAN MENJADI PEJABAT?

Ini persolaan yang perlu didiskusikan.

No comments: